Cukup besarnya TKI yang bekerja di Korea, dengan jumlah
mencapai 37 ribu, memberikan potensi tersendiri bagi BRI untuk bisnis
remitansi. Dalam memperlancar, perseroan menjalin kerjasama dengan
Industrial Bank of Korea. Paulus Yoga
Jakarta–PT
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) menjalin kerjasama dengan
Industrial Bank of Korea, menindaklanjuti kerjasama dengan Badan
Koordinasi Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI) terkait dengan cukup banyaknya TKI di Korea.
Penandatanganan
nota kesepahaman kerja sama bisnis internasional tersebut dilakukan
oleh Direktur Keuangan BRI Achmad Baiquni dan
Chair and CEO Industrial Bank of Korea Cho Juh-Hee, di Gedung BRI, Jakarta, Selasa, 1 Mei 2012.
Selain
potensi dari penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada TKI di Korea,
BRI juga melirik potensi dari pengiriman uang (remitansi) yang dilakukan
para TKI, pendapatan berbasis biaya (
fee based income) dari bisnis
trade finance (pembiayaan perdagangan).
BRI sendiri mematok perolehan
fee based income trade finance sebesar Rp75 miliar,
fee based income remitansi Rp4 miliar, dan pendapatan dana mengendap sebesar Rp8 miliar, serta pendapatan selisih kurs valuta asing Rp515 juta.
“Lewat MoU ini kita sama-sama mau langsung jadi kerja sama. Fokus kita sekarang remitansi dan
trade finance dulu, baru nanti ke pembiayaan,” terang Achmad Baiquni.
Ia
menambahkan, saat ini di Korea ada 37 ribu TKI, di mana sedikitnya ada 6
ribu TKI yang menggunakan Industrial Bank of Korea untuk mengirimkan
uang ke Indonesia.
“Jadi, ini dari 6 ribu TKI, kalau per bulan
satu orang kirim Rp10 juta, itu paling tidak ada Rp60 miliar. Kita
kenakan biaya Rp15 ribu sampai Rp25 ribu,” ucapnya.
Cho Juh-Hee
menegaskan, perusahaan Korea di Indonesia sendiri cukup banyak sehingga
kerjasama dengan BRI menjadi strategis. Dari sisi pengiriman uang oleh
TKI juga cukup banyak.
“Bayangkan sebanyak 6 ribu TKI daftar di
kita untuk kirim uang. Kita kerja sama dengan BRI karena banyak
kesamaan, seperti melakukan pembiayaan ke usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM), juga sama-sama dimiliki oleh pemerintah,” tuturnya. (*)